REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi kecil kadang terlupakan. Sebagaimana sebuah
negara kepulauan yang terletak di lepas Pantai Mozambik, Afrika
Tenggara, yakni Kepulauan Komoro.
Secara bahasa, nama Komoro memang merujuk pada sesuatu yang kecil. Ia berasal dari bahasa Arab, Juzur Al-Qamar, yang berarti Pulau Bulan Kecil.
Nah, ukurannya yang kecil membuat tak banyak Muslim dunia yang tahu jika 98 persen penduduk negeri ini beragama Islam.
Di Afrika, umat Islam mungkin mengenal Mesir, namun tidak Komoro. Padahal, negara ini jelas-jelas melabelkan dirinya sebagai negara Islam dengan identitas Federal Islamic Republic of Comoros.
Islam memang memiliki sejarah yang tua di kepulauan ini. Agama Allah dibawa ke kepulauan ini sejak zaman Nabi Muhammad SAW oleh dua orang Komoro, yaitu Fey Bedja Mwamba dan Mtswa Mwandze.
Mereka kembali ke Komoro setelah melakukan perjalanan ke Tanah Suci Makkah. Bukti sejarah juga menunjukkan bahwa pedagang Arab dan seorang pangeran Persia dari Shiraz turut berjasa menghadirkan khazanah Islam di Komoro.
Di negara kepulauan ini, Islam diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan pemerintahan. Meski sempat mengalami dua kali penjajahan oleh negara Eropa, yaitu Prancis dan Portugal, akar Islam di negara ini tidak tercabut.
Selama masa kolonisasi pada 1832, Prancis tidak berusaha meminggirkan praktik-praktik Islam di kalangan warga dan penguasa setempat.
Pada 6 Juli 1975, Komoro memproklamasikan kemerdekaannya dari Prancis. Sejak saat itu, rakyat Komoro sepakat mendirikan negara Islam. Pascakemerdekaan, kondisi ekonomi dan politik Komoro tidak stabil sehingga penerapan HAM dan keadilan sosial tak sepenuhnya berjalan.
Secara bahasa, nama Komoro memang merujuk pada sesuatu yang kecil. Ia berasal dari bahasa Arab, Juzur Al-Qamar, yang berarti Pulau Bulan Kecil.
Nah, ukurannya yang kecil membuat tak banyak Muslim dunia yang tahu jika 98 persen penduduk negeri ini beragama Islam.
Di Afrika, umat Islam mungkin mengenal Mesir, namun tidak Komoro. Padahal, negara ini jelas-jelas melabelkan dirinya sebagai negara Islam dengan identitas Federal Islamic Republic of Comoros.
Islam memang memiliki sejarah yang tua di kepulauan ini. Agama Allah dibawa ke kepulauan ini sejak zaman Nabi Muhammad SAW oleh dua orang Komoro, yaitu Fey Bedja Mwamba dan Mtswa Mwandze.
Mereka kembali ke Komoro setelah melakukan perjalanan ke Tanah Suci Makkah. Bukti sejarah juga menunjukkan bahwa pedagang Arab dan seorang pangeran Persia dari Shiraz turut berjasa menghadirkan khazanah Islam di Komoro.
Di negara kepulauan ini, Islam diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan pemerintahan. Meski sempat mengalami dua kali penjajahan oleh negara Eropa, yaitu Prancis dan Portugal, akar Islam di negara ini tidak tercabut.
Selama masa kolonisasi pada 1832, Prancis tidak berusaha meminggirkan praktik-praktik Islam di kalangan warga dan penguasa setempat.
Pada 6 Juli 1975, Komoro memproklamasikan kemerdekaannya dari Prancis. Sejak saat itu, rakyat Komoro sepakat mendirikan negara Islam. Pascakemerdekaan, kondisi ekonomi dan politik Komoro tidak stabil sehingga penerapan HAM dan keadilan sosial tak sepenuhnya berjalan.
Meski demikian, Komoro tak absen dalam membantu mengatasi masalah
internasional terkait Islam di dunia. Padahal, saat itu negeri ini belum
bergabung dengan Liga Arab.
Komoro, misalnya, ikut dalam menyelesaikan konflik di Jalur Gaza, Palestina. Ketika Israel melakukan serangan brutal atas Gaza, Komoro adalah satu dari sekian negara yang hadir dalam konferensi di Doha dan memprotes keras Israel. Komoro juga aktif berhubungan dengan negara-negara Islam lainnya.
Komoro, misalnya, ikut dalam menyelesaikan konflik di Jalur Gaza, Palestina. Ketika Israel melakukan serangan brutal atas Gaza, Komoro adalah satu dari sekian negara yang hadir dalam konferensi di Doha dan memprotes keras Israel. Komoro juga aktif berhubungan dengan negara-negara Islam lainnya.
Masjid Jumat atau Masjid Putih di Kota Moroni, Komoro
Rayakan hari besar Islam
Di dalam negeri, umat Islam di Komoro secara sungguh-sungguh mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menggelar dan mengikuti perayaan hari besar Islam seperti Idul Adha, Muharam, Asyura, Maulid Nabi, dan Isra Mikraj, secara meriah.
Saat Maulid, orang-orang Komoro biasanya menggelar pesta cukup meriah yang dihadiri oleh para ulama besar.
Hal lain yang menarik adalah keberadaan sekitar 1.400 masjid di seluruh pulau di wilayah Komoro yang luasnya hanya sekitar 1.800 kilometer persegi. Di antara masjid-masjid itu dibangun oleh para pedagang Arab sebagai bagian dari asimilasi budaya Islam dan Afrika.
Hassan Ibnu Issa yang mengklaim dirinya sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW mendorong dilakukannya konservasi terhadap masjid-masjid tersebut. Masjid-masjid di Komoro merepresentasikan bakat seni yang dimiliki warga setempat. Kaum laki-laki menekuni seni ukir kayu, sedangkan kaum wanitanya banyak yang berprofesi sebagai penjahit.
Pada 1998, sebuah masjid terbesar di negara itu dibangun oleh seorang Muslim kaya raya. Namanya Masjid Moroni, yang kini menjadi salah satu objek wisata religi di Komoro. Bahkan, para ulama dan pendiri aliran tarekat kerap datang berkunjung ke tempat ini.
Di dalam negeri, umat Islam di Komoro secara sungguh-sungguh mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menggelar dan mengikuti perayaan hari besar Islam seperti Idul Adha, Muharam, Asyura, Maulid Nabi, dan Isra Mikraj, secara meriah.
Saat Maulid, orang-orang Komoro biasanya menggelar pesta cukup meriah yang dihadiri oleh para ulama besar.
Hal lain yang menarik adalah keberadaan sekitar 1.400 masjid di seluruh pulau di wilayah Komoro yang luasnya hanya sekitar 1.800 kilometer persegi. Di antara masjid-masjid itu dibangun oleh para pedagang Arab sebagai bagian dari asimilasi budaya Islam dan Afrika.
Hassan Ibnu Issa yang mengklaim dirinya sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW mendorong dilakukannya konservasi terhadap masjid-masjid tersebut. Masjid-masjid di Komoro merepresentasikan bakat seni yang dimiliki warga setempat. Kaum laki-laki menekuni seni ukir kayu, sedangkan kaum wanitanya banyak yang berprofesi sebagai penjahit.
Pada 1998, sebuah masjid terbesar di negara itu dibangun oleh seorang Muslim kaya raya. Namanya Masjid Moroni, yang kini menjadi salah satu objek wisata religi di Komoro. Bahkan, para ulama dan pendiri aliran tarekat kerap datang berkunjung ke tempat ini.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar